oleh

Potret Pendidikan Masih Belum Merdeka

-Liputan Nasional-Ikuti Berita Kami Di Apl Google play / Koran Digital EPAPER

Dapatkan update informasi pilihan setiap hari artikel/berita #Liputannews17 Follow: @Liputannews on Twitter | Liputannews on Facebook | Liputannews on Instagram | Koran Digital : E-PAPER Liputannews17 | Apl Android Google Play Liputannews17 https://play.google.com/store/apps/details?id=com.asratech.berita.liputannews17

Dengan bergabung di Grup Telegram Liputannews17 Update. Caranya, klik link ini dan join. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi Telegram di HP.

Liputannews17.com, Jakarta – Sekretaris Jenderal Gerakan Indonesia Pintar (GIP) Alpha Amirrachman mengatakan bahwa bangsa Indonesia belum menjadi bangsa yang betul-betul berdaulat meskipun hari ini merayakan 70 tahun kemerdekaan. Menurut Alpha, hal ini ditandai dengan masih belum terbukanya akses yang merata bagi mereka yang berusia sekolah untuk mengenyam pendidikan yang layak.

“Kurang lebih 2,5 juta anak tidak bisa melanjutkan sekolah, 600 anak usia sekolah dasar dan 1,9 juta anak usia sekolah menengah pertama. Sementara masih terdapat 54 persen guru yang masih belum memenuhi standar kualifikasi dan 13,19 persen bangunan sekolah dalam kondisi tidak layak,” papar Alpha di Jakarta, Jum,at (13/05/2022).

Alpha menyebutkan dua faktor utama yang menyebabkan anak-anak ini tidak melanjutkan sekolah. Pertama, persoalan ekonomi keluarga sehingga mereka bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.

“Selain, anak tidak sekolah karena adanya pernikahan dini yang juga tidak terlepas dari peran keluarga yang masih kolot,” jelasnya.

Alpha mengakui akses pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) memang telah terjadi peningkatan. Jumlah ABK yang bersekolah sekitar 75.000 pada tahun 2011, dan pada 2014 meningkat menjadi 125.000. Saat ini tujuh provinsi dan 34 kabupaten/kota telah mendeklarasikan sebagai daerah inklusif.

“Namun ini masih belum cukup karena dari 354.707 ABK untuk jenjang pendidikan dasar, baru 2.430 yang tertampung di sekolah inklusi dan 1.774 di sekolah luar biasa (SLB),” ungkapnya.

Penyelengaraan sekolah inklusi, kata Alpha masih menghadapi banyak hambatan karena masih langkanya ketersediaan guru pendamping khusus. Selain itu, katanya juga dana dari pemerintah yang dirasa masih kurang untuk membuat sekolah bukan hanya menjadi visitable (bisa dikunjungi) tapi juga friendly (ramah) yang sebenar-benarnya bagi ABK.

Di tempat yang terpisah, Ketua GIP Kampsol mengatakan distribusi guru juga masih belum merata. Kampsol mengungkapkan 21 persen di perkotaan kekurangan guru, di pedesaan 37 persen, di daerah terpencil 66 persen, padahal di banyak daerah terjadi kelebihan guru.

“Akses pendidikan yang buruk bukan hanya dialami di daerah pedesaan dan terpencil, namun juga di daerah perkotaan karena tidak adanya persebaran sekolah bermutu yang merata,” kata Kampsol.

Di samping itu, lanjutnya persyaratan administrasi acapkali juga menghambat akses pendidikan. Kampsol mencontohkan banyak keluarga yang tidak memiliki kartu keluarga dan akte kelahiran sebagai persyaratan masuk sekolah dasar. Pasalnya, banyak keluarga pendatang di suatu daerah dan secara ekonomi tidak mampu sehingga belum memiliki kartu keluarga atau anak-anak yang tidak mempunyai akte kelahiran.

“Pendidikan memang tidak dipungut biaya tapi biaya non-pendidikan seperti baju seragam, perlengkapan sekolah, transportasi masih mahal, bahkan lebih mahal dari biaya operasional pendidikan. Tekanan ekonomi kapitalis membuat kesenjangan terlalu tinggi pada akhirnya menggusur orang miskin bukan mengentaskan mereka dari kemiskinan,” terangnya.

Kamsol mengingatkan Indonesia hanya menempati posisi 108 dari 185 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan angka 0,684. Dua negara tetangga ASEAN yaitu Malaysia (peringkat 62) dan Singapura (9) jauh telah melampau Indonesia.
Padahal tahun ini Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang menghilangkan sekat-sekat negara untuk berlomba mengisi peluang-peluang pekerjaan.

“Indonesia harus berpacu meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, ini sebenarnya yang menjadi pekerjaan rumah besar bangsa ini untuk mengisi kemerdekaannya,” pungkas Kamsol.

“Artikel ini udah pernah di muat di beritasatu.com“: judul Di Bidang Pendidikan, Indonesia Masih Belum Merdeka
Oleh : Yustinus Paat / FMB

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

News Feed