Loteng NTB – Sebuah makam di Desa Sengkerang, Praya Timur, Lombok Tengah, menjadi langganan para peziarah. Makam tersebut dikenal dengan nama Kemaliq Embung Puntik.
Area makam yang memiliki luas sekitar 4 are itu dikenal sebagai makam keramat oleh masyarakat. Bahkan sering digelar ritual adat di area makam.
Makam tersebut merupakan makam seorang ulama penyebar Islam di Pulau Lombok bernama Denek Mas Suryadiningrat. Ia diperkirakan menyebarkan Islam di Lombok sejak tahun 1717 masehi.
Makam tersebut sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dan juga telah diakui Dinas Pariwisata. Terbukti dengan adanya plang Dinas Pariwisata pada area makam.
Juru Pelihara Makam, Lalu Jasmawadi, yang juga merupakan generasi ke-13 keturunan Denek Mas Suryadiningrat, mengatakan ribuan masyarakat sering berziarah dan menggelar ritual adat di makam tersebut.
Ritual adat bernama Nede Embung Puntik yang digelar setiap bulan tujuh tanggalan Sasak atau setiap hari Senin pada bulan November. Pada ritual tersebut, masyarakat akan membawa aneka hasil bumi dan berdoa memohon berkah kepada Sang Pencipta.
“Setiap bulan ke tujuh tanggalan Sasak atau setiap hari Senin di bulan November selalu ada ritual adat di sini,” kata Lalu Jasmawadi didampingi Akademisi Mataram, Dr Asrin, Rabu, 17 Agustus 2022.
Ritual adat tersebut telah berlangsung turun temurun. Bahkan, masyarakat meyakini jika tidak menggelar ritual akan mendapatkan malapetaka seperti penyakit.
Pada bulan November, ritual akan berlangsung empat kali yang digelar setiap Senin. Masyarakat berbondong-bondong mengunjungi makam dan berdoa sebagai ucapan rasa syukur dan meminta berkah Allah SWT.
Selain bulan November, ritual adat biasanya juga digelar pada akhir Februari.
Ada juga ritual adat bernama Saur Sangi. Di sana, masyarakat yang sebelumnya telah terkabulkan hajatnya akan datang ke makam sebagai bentuk rasa syukur telah tercapai atau terkabulkan keinginannya.
“Pada makam juga biasa digelar ritual ada saat ada anak desa yang akan dikhitan (disunat). Akan ada proses adat yang digelar,” ujarnya.
Sebelum dikhitan, anak tersebut akan dibawa ke makam dengan diantar keluarga, dan menggelar tradisi pemotongan selendang.
Keliling Makam
Uniknya, makam tersebut tidak sembarang dapat dimasuki peziarah. Harus ada ritual khusus mengelilingi makam sebanyak sembilan kali, sebelum dapat memasuki makam.
“Namun jika peziarah tidak bisa mengelilingi makam sebanyak sembilan kali, diberikan keringanan tujuh kali atau tiga kali,” ujarnya.
Masyarakat meyakini dengan mengelilingi makam, mengingat kembali sebelum manusia lahir ke dunia, manusia berada pada rahim ibu dan suatu saat akan meninggal dunia. Hidup di dunia yang singkat tersebut harus diisi dengan berbuat kebaikan sebagai bekal di akhirat.
Jika ritual mengelilingi makam tidak diindahkan peziarah, sering ditemui fenomena kesurupan seorang peziarah. Itu membuat juru kunci makam akan kerepotan menangani.
Lalu Jasmawadi mengungkapkan makam tersebut sebenarnya merupakan petilasan Denek Mas Suryadiningrat. Konon jasadnya menghilang dan tidak pernah muncul.
Denek Mas Suryadi Ningrat selain menyebarkan Islam, juga menciptakan sebuah lontar bernama Indarjaye. Lontar tersebut berguna jika ada anak kecil yang telat berbicara melewati umurnya, maka lontar tersebut akan dibacakan. Dengan izin Allah SWT, anak tersebut akan lancar berbicara.
“Banyak anak yang terlambat bicara, begitu dibacakan lontar Indarjaye akan lancar,” katanya.
Lingkok Mas
Pada area makam juga terdapat sebuah sumur atau dalam bahasa Sasak disebut Lingkok Mas. Konon air di sana berkhasiat menyembuhkan penyakit.
Juru kunci makam, Amaq Wahid mengatakan pernah suatu hari ada orang dari Sumbawa datang dalam kondisi kaki bengkak. Saat dimandikan di Lingkok Mas, ajaibnya perlahan-lahan orang tersebut sembuh.
“Banyak khasiat air Lingkok Mas untuk menyembuhkan penyakit. Bahkan orang dari luar Lombok datang ke sini,” ujarnya.
Amaq Wahid menjadi juru kunci makam sejak tahun 1993. Banyak fenomena supranatural dialami sejak menjaga makam. Dia pernah didatangi oleh sosok Denek Mas Suryadiningrat. Bahkan dia merincikan ciri-ciri fisiknya.
“Bentuk orangnya tinggi, gagah tapi badannya kurus. Dia memakai sorban putih,” katanya.
Konon ada peninggalan Denek Mas Suryadiningrat dalam bentuk pusaka yang masih disimpan hingga kini. Saat Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 turun ke lokasi, diperlihatkan sebuah pusaka terbungkus kain putih dan dililit tali.
Pusaka tersebut berjenis tombak bernama Pusaka Randu Kuning. Diberi nama Randu Kuning karena saat pusaka tersebut ditancap ke pohon randu (kapuk), maka pohon itu akan berubah menjadi kuning. Pusaka tersebut dipercaya sebagai pusaka perdamaian. Begitu dua desa terlibat bentrok, saat pusaka tersebut ditancap ke tanah, maka bentrok akan mereda.
Sementara itu Ketua Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6, Ruslan Turmuzi, mengatakan Lombok menjadi lokasi penyebaran para wali, sehingga banyak sekali kedatuan atau sejenis kerajaan. Bedanya, kedatuan identik dengan Islam.
Bahkan Ruslan yang merupakan Anggota DPRD NTB berjanji akan menganggarkan penataan akses jalan menuju lokasi makam, membangun fasilitas pendukung untuk peziarah seperti empat kamar toilet, penataan gapura depan dan renovasi rumah penjaga atau juru kunci makam.
“Insyaallah kita akan menganggarkan itu. Ya kalau seluruhnya menghabiskan anggaran Rp200 juta. Itu akan kita ikhtiarkan untuk mendukung keberlanjutan tradisi leluhur Sasak,” Kata Ruslan sembari meminta Sekretaris Tim , Amrullah untuk segera membuat perencanaan dan design penataan lingkungan situs embung puntik dengan tetap mengedepankan Arsitektur khas Sasak.
Direktur M16 Bambang Mei Finarwanto, mengatakan penelusuran jejak sejarah situs Embung Puntik bagian dari strategi Tim Ekspedisi Mistis untuk mengurai dan membuka tabir sejarah leluhur Lombok agar bisa diurai benang merah ketokohan dan kelebihan ilmu dalam yang dimiliki.
“Setidaknya, melalui testimoni yang disampaikan keturunan Denek Mas Suryadi Ningrat ini, ada second opini terkait sejarah situs Embung Puntik yang bisa menjadi referensi sejarah untuk generasi mendatang ditengah minim bukti tertulis berupa catatan-catatan mitos embung puntik” Kata lelaki yang akrab disapa didu didampingi Bendahara Tim Mistis, Zainul Pahmi.(Red)