MATARAM-Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Perbaikan Daftar Pemilih Sementara (DPSHP) Tingkat Kota Mataram dinilai cacat. KPU Mataram dituding telah terang-terangan mengabaikan Peraturan KPU, mengingat ada proses pleno terbuka DPSHP di tingkat kelurahan dan kecamatan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) ternyata tidak menghadirkan perwakilan partai politik. Padahal hal tersebut menjadi sebuah kewajiban.
”Mengabaikan PKPU, berarti KPU Kota Mataram telah terang-terangan melanggar kode etik,” kata Imam Budi Gunawan, Liasion Officer PDI perjuangan Kota Mataram yang hadir dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi DPSHP tingkat Kota Mataram, kemarin (14/5).
Budi menuturkan, rapat pleno terbuka DPSHP tingkat kota tersebut digelar KPU Mataram pada Kamis (11/5) malam di salah satu hotel di Mataram. Rapat tersebut baru selesai dini hari pukul 03.00 WITA. Agenda utamanya adalah penjabaran jumlah data pemilih dan TPS di masing-masing kecamatan di Kota Mataram oleh masing-masing PPK dan laporan Ketua KPU dan jajarannya.
Pemaparan kata Budi diawali dengan penjabaran kondisi pemilih dan TPS di sembilan kelurahan di Kecamatan Mataram. Setelah pemapatan PPK Mataram rampung, Bawaslu Kota Mataram yang hadir dalam rapat pleno tersebut kemudian kata Imam, menyampaikan temuannya. Bawaslu menemukan bahwa dari sembilan kelurahan yang ada di Kecamatan Mataram, PPS masing-masing di lima kelurahan ternyata menerbitkan dua Berita Acara tentang DPSHP dengan nomor berbeda.
”Selain itu, hasil rekapitulasi DPSHP di dua berita acara itu juga berbeda,” kata Budi.
Temuan Bawaslu itu kata Budi, mengindikasikan bahwa PPS di lima kelurahan itu melakukan rekapitulasi atau penghitungan ulang lalu mengesahkannya dalam berita acara baru. Hal yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan. Sebab, perubahan terhadap bertambah atau berkurangnya jumlah pemilih dalam DPSHP, hanya bisa dilakukan dalam Pleno Terbuka di tingkat Kecamatan yang dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan.
Atas temuan tersebut, Bawaslu kemudian menyarankan agar PPK Kecamatan Mataram melakukan pleno dan Rapat Pleno Terbuka secara terpisah di ruangan lain di hotel yang sama, untuk selanjutnya nanti, hasil pleno terbuka PPK Kecamatan Mataram tersebut kemudian dibahas kembali dalam pleno terbuka di tingkat Kota Mataram. Pada saat yang sama, secara paralel, pleno terbuka tingkat Kota Mataram terhadap DPSHP dari lima kecamatan lainnya tetap dilanjutkan.
”KPU dan Bawaslu menyebut Pleno PPK Mataram itu sebagai Pleno Lanjutan,” kata Budi.
Di sinilah persoalan timbul. Rupanya Rapat Pleno Lanjutan oleh PPS dan Rapat Pleno Terbuka Tingkat Kecamatan Mataram atas hasil Pleno Lanjutan dari masing-masing PPS di lima kelurahan tersebut tidak dihadiri oleh perwakilan Parpol. Tidak ada pemberitahuan pula dari KPU terkait hal tesebut di tengah-tengah rapat pleno terbuka tingkat Kota Mataram yang sedang berlangsung. Sehingga hasil rekapitulasi jumlah pemilih dalam rapat pleno terbuka PPK Kecamatan Mataram, hanya dihadiri oleh penyelenggara saja, yakni PPK, PPS, dan Panwascam.
”Pleno terbuka yang tidak dihadiri perwakilan Parpol, melanggar PKPU,” tandas Budi.
Dia pun menyebutkan, kalau pihaknya memprotes hal tersebut. Dan protes yang telah disampaikan PDI Perjuangan, dimasukkan dalam Berita Acara Pleno Terbuka DPSHP Tingkat Kota Mataram. Sejumlah perwakilan Parpol yang hadir dalam pleno terbuka tingkat Kota Mataram itu pun mengamini protes yang telah disampaikan PDIP.
Lima PPS kelurahan yang menerbitkan berita acara dengan dua nomor berbeda tersebut adalah Kelurahan Pagutan Timur, Kelurahan Punia, Kelurahan Pagutan, Kelurahan Pagesangan Barat, dan Kelurahan Pejanggik. Berita acara DPSHP yang telah mereka buat pada tanggal 7 Mei, kemudian diubah dengan Berita Acara baru tanggal 11 Mei di Hotel Fave, Mataram hasil Pleno Lanjutan. Dalam Berita Acara Nomor: 149/PL.02.I-BA/5271/2023 yang ditandatangani Ketua KPU Kota Mataram M Husni Abidin dan seluruh jajaran komisioner yang salinannya didapat kalangan media, disebutkan secara jelas bahwa Rapat Pleno Lanjutan hanya diikuti PPS di lima kelurahan bersama Panwascam, dan tidak dihadiri pewakilan parpol. Begitu juga Rapat Pleno Lanjutan Terbuka Tingkat Kecamatan Mataram tanpa dihadiri unsur partai politik.
”Jika seperti ini cara KPU bekerja dengan seluruh perangkatnya di tingkat kecamatan dan kelurahan, maka jangan salahkan muncul kecurigaan publik. Karena angka-angka jumlah pemilih dalam DPSHP itu hanya dibahas sesama penyelenggara saja,” tandas Budi.
Memang dalam Berita Acara Rapat Pleno Terbuka Tingkat Kota Mataram disebutkan, bahwa Rapat Pleno Lanjutan itu tidak mengubah apapun terkait rekapitulasi DPSHP PPK Mataram. Namun, cacat prosedur tersebut, tak bisa dianggap seenteng itu.
”PKPU yang mewajibkan Rapat Pleno berjenjang dari kelurahan, kecamatan, dan tingkat kota, adalah sebuah keharusan untuk dijalankan. PKPU itu kitab sucinya penyelenggara pemilu baik KPU atau Pengawas. Tapi, ini, mereka abaikan secara terang-terangan,” tandas Budi.
Rencananya, PDIP Kota Mataram akan bersurat secara resmi ke KPU Kota Mataram terkait hal ini. Sementara Ketua DPD PDIP NTB H Rachmat Hidayat, kemarin telah menerima laporan atas kejadian tersebut. Rachmat pun menegaskan, pihaknya akan bersikap. Dia menegaskan, hal tersebut akan diadukan ke Bawaslu di tingkat yang lebih tinggi. Adanya potensi pelanggaran etik dari Komisioner KPU Kota Mataram juga akan ditindaklanjuti dengan pengaduan pihaknya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
”Tim Hukum PDIP sedang menyiapkan laporan tersebut,” kata politisi kharismatik Bumi Gora ini.
Anggota Komisi VIII DPR RI ini pun mengingatkan seluruh penyelenggara pemilu di NTB agar bekerja profesional. Jika apa yang terjadi di Kota Mataram ini dibiarkan lantaran dianggap sepele, maka bukan tidak mungkin kata dia, praktik serupa juga akan terjadi dan dilakukan meluas di seluruh NTB oleh penyelenggara pemilu dan pihak-pihak yang memiliki kemampuan main mata dengan penyelenggara pemiu.
”Hal begini jika terjadi, akan benar-benar merusak demokrasi,” tandas Rachmat.