Sumbawa Barat –Dugaan praktik gratifikasi dan manipulasi tender proyek kembali mencoreng wajah birokrasi di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB). Informasi dan data yang dihimpun oleh PW SEMMI NTB menyebutkan adanya pola penyimpangan sistematis dalam proses lelang proyek daerah, yang melibatkan oknum pejabat struktural di lingkup pemerintahan setempat.
Dalam sejumlah temuan di lapangan, proses masuknya investor ke KSB disebut-sebut selalu disertai praktik gratifikasi, di mana sejumlah dana diminta sebagai “transfer fee” untuk memuluskan urusan proyek. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah dugaan keterlibatan Kepala Seksi Tata Ruang, Dinica Arie Suprapto, dalam pengaturan fee proyek sebesar Rp50 juta yang dikirim melalui rekening pribadinya, dan kemudian dialihkan kepada Kabag Umum atas nama Mujib. Dari isi percakapan yang beredar, dana tersebut disebut-sebut akan digunakan oleh “bos” untuk keperluan perjalanan ke Jakarta.
Lebih lanjut, pada 28 Juni lalu, terpantau adanya penerimaan uang secara langsung di Kinta Coffee, Dasan Agung, Mataram. Uang tersebut diserahkan oleh Direktur CV Tiga Dimensi kepada Dinica Arie Suprapto. Ironisnya, dalam proses tender yang bersangkutan, perusahaan CV Tiga Dimensi yang menempati urutan kedua justru ditetapkan sebagai pemenang tender. Alasan yang digunakan sangat subjektif: Kepala Seksi Tata Ruang mengaku “malas berkomunikasi” dengan perusahaan yang berada di urutan pertama.
Padahal, jika mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021, sistem tender wajib dilakukan secara elektronik melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang menjamin prinsip keterbukaan, persaingan sehat, efisiensi, dan akuntabilitas.
Dalam Pasal 28 ayat (1) Perpres 16/2018 ditegaskan bahwa pemilihan penyedia dilakukan secara objektif berdasarkan penawaran yang terbaik dan tidak merugikan keuangan negara. Bahkan dalam sistem e-tendering, penawaran terendah tidak dapat serta-merta didiskualifikasi kecuali terbukti secara teknis tidak memenuhi syarat atau berpotensi merugikan negara.
Namun dalam kasus ini, perusahaan dengan penawaran terbaik dan nilai terendah yang telah diumumkan dalam sistem LPSE justru diabaikan hanya karena faktor subjektivitas dan komunikasi personal. Tindakan ini bukan hanya melanggar prinsip dasar pengadaan, tetapi juga memberi ruang bagi penyimpangan yang dapat berujung pada kerugian keuangan daerah.
Indikasi keterlibatan langsung ASN dalam urusan transaksional proyek juga diperkuat dengan adanya dua staf teknis di bidang tata ruang yang disebut-sebut sebagai kurir dana proyek, yakni Fasli dan Rio. Keduanya diduga mengatur alur komunikasi dan distribusi dana gratifikasi antara perusahaan dan pejabat terkait.
Kami Pengurus Wilayah SEMMI NTB Mendesak Evaluasi dan Penegakan Hukum. Mendesak Inspektorat Daerah dan aparat penegak hukum bertindak cepat dan tegas. Praktik semacam ini tidak hanya merugikan anggaran daerah, tetapi juga menciptakan ketimpangan akses dan ketidakadilan bagi perusahaan-perusahaan yang mengikuti tender dengan itikad baik.
“Jika pemenang sudah ditentukan dari awal, untuk apa ada proses tender? Ini penipuan struktural terhadap publik. Pemerintah Provinsi NTB dan aparat hukum harus turun tangan,” ujar Formatur Ketua PW SEMMI NTB.
SEMMI NTB mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk Menjaga Marwah Otonomi Daerah. Otonomi daerah sejatinya dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada rakyat dan meningkatkan kualitas tata kelola pembangunan. Namun ketika birokrasi dijadikan alat transaksi dan kekuasaan dikelola seperti pasar gelap pengaruh, maka otonomi justru menjadi alat pemiskinan rakyat secara sistematis.
Kami Pengurus Wilayah SEMMI NTB berharap kasus ini tidak berakhir sebagai isu sesaat, namun menjadi pintu masuk untuk reformasi menyeluruh terhadap praktik pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Sumbawa Barat. Penegakan hukum bukan hanya soal menangkap pelaku, tapi juga soal memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem yang selama ini dikorbankan demi kepentingan elite tertentu.(Red)